Siapa yang tidak mengenal tentang
buku La Tahzan karya ‘Aidh Al-Qarni yang menjadi best seller
di Timur tengah termasuk di Indonesia ini? Saya pikir hampir semua pernah
mendengarnya. Buku yang tebalnya kurang lebih 570 halaman ,dimana
pertama diterbitkan tahun 2001 ini penuh
akan motivasi dan nasehat-nasehat yang ditulis dengan gaya bahasa berbeda ,menjadi penawar kegalauan setiap kali merasa
gagal,hilang semangat ,bersedih. Menjadi bahan bakar penyemangat saat jiwa
lelah dengan hal-hal yang terjadi sehari-hari.
Setiap merasakan hal tersebut, terkadang
saya membuka buku ini (yang pinjaman teman) ,hehe atau bahkan mencari di
internet untuk membacanya kembali. Dan menimbulkan keyakinan untuk tidak
bersedih, selama kita punya 2 mata, punya 2 telinga, punya bibir, hidung, nasi
untuk dimakan, air untuk di teguk ,kita sudah memiliki kehidupan, apa yang
harus disedihkan ? jadikan hari ini milik Anda, masa lalu tidak akan pernah
kembali dan masa depan belum tentu terjadi . jadikan hari-hari yang anda jalani
sebaik-baik hari yang anda miliki.
Berbeda tatkala kita
membaca buku La Tahzan yang
ditulis oleh Dr. Aid
al-Qarni. Buku ini
sangat padat dengan nuansa rabbani tanpa
mengesampingkan
sisi-sisi duniawi. Kita seakan diajak untuk menatap dunia
ini dengan pandangan
yang seimbang: Kita diajak untuk menjadi idealis dengan
tetap realistis,
menjadi duniawi dan ukhrawi sekaligus, mempersiapkan
kehidupan masa kini
namun tak lupa masa depan, diajak bekerja dengan
keras dan diajak pula
beristirahat.
(kutipan Pengantar
Penerjemah, Samson Rahman)
Ini beberapa isi halaman buku La Tahzan
Pikirkan dan Syukurilah!
Artinya,
ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda.
Karena
Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah
kedua
telapak kaki.
{Jika
kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup
menghitungnya.}
(QS.
Ibrahim: 34)
Kesehatan
badan, keamanan negara, sandang pangan, udara dan air,
semuanya
tersedia dalam hidup kita. Namun begitulah, Anda memiliki
dunia,
tetapi tidak pernah menyadarinya. Anda menguasai kehidupan, tetapi
tak
pernah mengetahuinya.
{Dan,
Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu lahir dan batin.}
(QS.
Luqman: 20)
Anda
memiliki dua mata, satu lidah, dua bibir, dua tangan dan dua
kaki.
{Maka
nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan?}
(QS.
Ar-Rahman: 13)
Apakah
Anda mengira bahwa, berjalan dengan kedua kaki itu sesuatu
yang
sepele, sedang kaki acapkali menjadi bengkak bila digunakan jalan
terus
menerus tiada henti? Apakah Anda mengira bahwa berdiri tegak di
atas
kedua betis itu sesuatu yang mudah, sedang keduanya bisa saja tidak
kuat
dan suatu ketika patah?
Maka
sadarilah, betapa hinanya diri kita manakala tertidur lelap, ketika
sanak
saudara di sekitar Anda masih banyak yang tidak bisa tidur karena
sakit
yang mengganggunya? Pernahkah Anda merasa nista manakala dapat
menyantap
makanan lezat dan minuman dingin saat masih banyak orang di
sekitar
Anda yang tidak bisa makan dan minum karena sakit?
Coba
pikirkan, betapa besarnya fungsi pendengaran, yang dengannya
Allah
menjauhkan Anda dari ketulian. Coba renungkan dan raba kembali
mata
Anda yang tidak buta. Ingatlah dengan kulit Anda yang terbebas dari
penyakit
lepra dan supak. Dan renungkan betapa dahsyatnya fungsi otak
Anda
yang selalu sehat dan terhindar dari kegilaan yang menghinakan.
Adakah
Anda ingin menukar mata Anda dengan emas sebesar gunung
Uhud,
atau menjual pendengaran Anda seharga perak satu bukit? Apakah
Anda
mau membeli istana-istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda,
hingga
Anda bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan
untaian
mutiara, sementara tangan Anda buntung?
Begitulah,
sebenarnya Anda berada dalam kenikmatan tiada tara dan
kesempumaan
tubuh, tetapi Anda tidak menyadarinya. Anda tetap merasa
resah,
suntuk, sedih, dan gelisash, meskipun Anda masih mempunyai nasi
hangat
untuk disantap, air segar untuk diteguk, waktu yang tenang untuk
tidur
pulas, dan kesehatan untuk terus berbuat.
Anda
acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga Anda
pun
lupa mensyukuri yang sudah ada. Jiwa Anda mudah terguncang hanya
karena
kerugian materi yang mendera. Padahal, sesungguhnya Anda masih
memegang
kunci kebahagiaan, memiliki jembatan pengantar kebahagian,
karunia,
kenikmatan, dan lain sebagainya. Maka pikirkan semua itu, dan
kemudian
syukurilah!
{Dan,
pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan.}
(QS.
Adz-Dzariyat: 21)
Pikirkan
dan renungkan apa yang ada pada diri, keluarga, rumah,
pekerjaan,
kesehatan, dan apa saja yang tersedia di sekeliling Anda. Dan
janganlah
termasuk golongan
{Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya.} (QS.
An-Nahl: 83)
Sumber :La Tahzan
(‘Aidh Al-Qarni,2003:3)
Yang Lalu Biar Berlalu
Mengingat
dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa
dan
kegagalan didalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu, sama
artinya
dengan membunuh semangat, memupuskan tekad dan mengubur
masa
depan yang belum terjadi.
Bagi
orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak
pernah
dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam
'ruang'
penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam 'penjara' pengacuhan
selamanya.
Atau, diletakkan di dalam ruang gelap yang tak tertembus
cahaya.
Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan
tak
akan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggup
memperbaikinya
kembali, kegundahan tidak akan mampu merubahnya
menjadi
terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali,
karena
ia memang sudah tidak ada.
Jangan
pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau di bawah
payung
gelap masa silam. Selamatkan diri Anda dari bayangan masa lalu!
Apakah
Anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu, matahari ke
tempatnya
terbit, seorok bayi ke perut ibunya, air susu ke payudara sang
ibu,
dan air mata ke dalam kelopak mata? Ingatlah, keterikatan Anda
dengan
masa lalu, keresahan Anda atas apa yang telah terjadi padanya,
keterbakaran
emosi jiwa Anda oleh api panasnya, dan kedekatan jiwa Anda
pada
pintunya, adalah kondisi yang sangat naif, ironis, memprihatinkan,
dan
sekaligus menakutkan.
Membaca
kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa
depan,
mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat
berharga.
Dalam al-Qur'an, setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaum
dan
apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, "Itu
adalah
umat yang lalu." Begitulah, ketika suatu
perkara habis, maka selesai
pula
urusannya. Dan tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman
dan
memutar kembali roda sejarah.
Orang
yang berusaha kembali ke masa lalu, adalah tak ubahnya orang
yang
menumbuk tepung, atau orang yang menggergaji serbuk kayu.
Syahdan,
nenek moyang kita dahulu selalu mengingatkan orang yang
meratapi
masa lalunya demikian: "Janganlah engkau mengeluarkan mayat-mayat
itu
dari kuburnya." Dan konon, kata orang
yang mengerti bahasa binatang,
sekawanan
binatang sering bertanya kepada seekor keledai begini, "Mengapa
engkau
tidak menarik gerobak?"
"Aku
benci khayalan," jawab keledai.
Adalah
bencana besar, manakala kita rela mengabaikan masa depan
dan
justru hanya disibukkan oleh masa lalu. Itu, sama halnya dengan
kita
mengabaikan istana-istana yang indah dengan sibuk meratapi puingpuing
yang
telah lapuk. Padahal, betapapun seluruh manusia dan jin
bersatu
untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu, niscaya
mereka
tidak akan pernah mampu. Sebab, yang demikian itu sudah
mustahil
pada asalnya.
Orang
yang berpikiran jernih tidak akan pernah melibat dan sedikitpun
menoleh
ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan, air
akan
mengalir ke depan, setiap kafilah akan berjalan ke depan, dan segala
sesuatu
bergerak maju ke depan. Maka itu, janganlah pernah melawan sunah
kehidupan!
Sumber :
La Tahzan
(‘Aidh Al-Qarni,2003:4)
Hari Ini Milik Anda
Jika
kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari
inilah
yang akan Anda jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan
segala
kebaikan dan keburukannya, dan juga bukan esok hari yang belum
tentu
datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari Anda, dan siangnya
menyapa
Anda inilah hari Anda.
Umur
Anda, mungkin tinggal hari ini. Maka, anggaplah masa hidup
Anda
hanya hari ini, atau seakan-akan Anda dllahirkan hari ini dan akan
mati
hari ini juga. Dengan begitu, hidup Anda tak akan tercabik-cabik
diantara
gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan
bayangan
masa depan yang penuh ketidakpastian dan acapkali menakutkan.
Pada
hari ini pula, sebaiknya Anda mencurahkan seluruh perhatian,
kepedulian
dan kerja keras. Dan pada hari inilah, Anda harus bertekad
mempersembahkan
kualitas shalat yang paling khusyu', bacaan al-Qur'an
yang
sarat tadabbur, dzikir dengan sepenuh hati, keseimbangan dalam segala
hal,
keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua yang Allah berikan,
perhatian
terhadap keadaan sekitar, perhatian terhadap kesehatan jiwa dan
raga,
serta perbuatan baik terhadap sesama.
Pada
hari dimana Anda hidup saat inilah sebaiknya Anda membagi
waktu
dengan bijak. Jadikanlah setiap menitnya laksana ribuan tahun dan
setiap
detiknya laksana ratusan bulan. Tanamlah kebaikan sebanyakbanyaknya
pada
hari itu. Dan, persembahkanlah sesuatu yang paling indah
untuk
hari itu. Ber-istighfar-lah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada-
Nya,
bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan menuju alam keabadian, dan
nikmatilah
hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan! Terimalah
rezeki,
isteri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan jabatan Anda
hari
dengan penuh keridhaan.
{Maka
berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah
kamu
termasuk orang yang bersyukur.}
(QS.
Al-A'raf: 144)
Hiduplah
hari ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian
dan
kebencian.
Jangan
lupa, hendaklah Anda goreskan pada dinding hati Anda satu
kalimat
(bila perlu Anda tulis pula di atas meja kerja Anda): Harimu adalah
hari
ini. Yakni, bila hari ini Anda dapat memakan
nasi hangat yang harum
baunya,
maka apakah nasi basi yang telah Anda makan kemarin atau nasi
hangat
esok hari (yang belum tentu ada) itu akan merugikan Anda?
Jika
Anda dapat minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa
Anda
harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin, atau
mengkhawatirkan
air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi?
Jika
Anda percaya pada diri sendiri, dengan semangat dan tekad yang
kuat
Anda, maka akan dapat menundukkan diri untuk berpegang pada
prinsip:
aku hanya akan hidup hari ini. Prinsip inilah yang akan menyibukkan
diri
Anda setiap detik untuk selalu memperbaiki keadaan, mengembangkan
semua
potensi, dan mensucikan setiap amalan.
Dan
itu, akan membuat Anda berkata dalam hati, "Hanya hari ini
aku
berkesempatan untuk mengatakan yang baik-baik saja. Tak berucap
kotor
dan jorok yang menjijikkan, tidak akan pernah mencela, menghardik
dan
juga membicarakan kejelekan orang lain. Hanya hari ini aku
berkesempatan
menertibkan rumah dan kantor agar tidak semrawut dan
berantakan.
Dan karena hanya ini saja aku akan hidup, maka aku akan
memperhatikan
kebersihan tubuhku, kerapian penampilanku, kebaikan tutur
kata
dan tindak tandukku."
Karena
hanya akan hidup hari ini, maka aku akan berusaha sekuat
tenaga
untuk taat kepada Rabb, mengerjakan shalat sesempurna mungkin,
membekali
diri dengan shalat-shalat sunah nafilah, berpegang teguh pada
al-Qur'an,
mengkaji dan mencatat segala yang bermanfaat.
Aku
hanya akan hidup hari ini, karenanya aku akan menanam dalam
hatiku
semua nilai keutamaan dan mencabut darinya pohon-pohon kejahatan
berikut
ranting-rantingnya yang berduri, baik sifat takabur, ujub, riya', dan
buruk
sangka.
Hanya
hari ini aku akan dapat menghirup udara kehidupan, maka
aku
akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kepada
siapapun.
Aku akan menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazah,
menunjukkan
jalan yang benar bagi yang tersesat, memberi makan orang
kelaparan,
menolong orang yang sedang kesulitan, membantu yang orang
dizalimi,
meringankan penderitaan orang yang lemah, mengasihi mereka
yang
menderita, menghormati orang-orang alim, menyayangi anak kecil,
dan
berbakti kepada orang tua.
Aku
hanya akan hidup hari ini, maka aku akan mengucapkan, "Wahai
masa
lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti mataharimu.
Aku
tak akan pernah menangisi kepergianmu, dan kamu tidak akan pernah
melihatku
termenung sedetik pun untuk mengingatmu. Kamu telah
meninggalkan
kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi."
"Wahai
masa depan, engkau masih dalam kegaiban. Maka, aku tidak
akan
pernah bermain dengan khayalan dan menjual diri hanya untuk sebuah
dugaan.
Aku pun tak bakal memburu sesuatu yang belum tentu ada, karena
esok
hari mungkin tak ada sesuatu. Esok hari adalah sesuatu yang belum
diciptakan
dan tidak ada satu pun darinya yang dapat disebutkan."
"Hari
ini milik Anda", adalah ungkapan yang paling indah dalam
"kamus
kebahagiaan". Kamus bagi mereka yang menginginkan kehidupan
yang
paling indah dan menyenangkan.
Sumber
: La Tahzan
(‘Aidh
Al-Qarni ,2003:6)
Biarkan Masa Depan Datang Sendiri
{Telah
pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar
disegerakan
(datang)nya.}(QS. An-Nahl: 1)
Jangan
pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Apakah Anda
mau
mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dlkAhirkan, atau memetik
buah-buahan
sebelum masak? Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata
dan
dapat diraba, belum berwujud, dan tidak memiliki rasa dan warna.
Jika
demikian, mengapa kita harus menyibukkan diri dengan hari esok,
mencemaskan
kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya,
memikirkan
kejadian-kejadian yang akan menimpanya, dan meramalkan
bencana-bencana
yang bakal ada di dalamnya? Bukankah kita juga tidak
tahu
apakah kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari
esok
kita itu akan berwujud kesenangan atau kesedihan?
Yang
jelas, hari esok masih ada dalam alam gaib dan belum turun ke
bumi.
Maka, tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jembatan sebelum
sampai
di atasnya. Sebab, siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau
tidak
pada jembatan itu. Bisa jadi kita akan terhenti jalan kita sebelum
sampai
ke jembatan itu, atau mungkin pula jembatan itu hanyut terbawa
arus
terlebih dahulu sebelum kita sampai di atasnya. Dan bisa jadi pula,
kita
akan sampai pada jembatan itu dan kemudian menyeberanginya.
Dalam
syariat, memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan
masa
depan dan membuka-buka alam gaib, dan kemudian terhanyut dalam
kecemasan-kecemasan
yang baru di duga darinya, adalah sesuatu yang tidak
dibenarkan.
Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu
jauh).
Secara nalar, tindakan itu pun tak masuk akal, karena sama halnya
dengan
berusaha perang melawan bayang-bayang. Namun ironis, kebanyakan
manusia
di dunia ini justru banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan
tentang
kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit dan krmjekonomi yang
kabarnya
akan menimpa mereka. Padahal, semua itu hanyalah bagian dari
kurikulum
yang diajarkan di "sekolah-sekolah setan".
{Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh
kamu
berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan
daripada-Nya
dan karunia.}
(QS.
Al-Baqarah: 268)
Mereka
yang menangis sedih menatap masa depan adalah yang
menyangka
diri mereka akan hidup kelaparan, menderita sakit selama
setahun,
dan memperkirakan umur dunia ini tinggal seratus tahun lagi.
Padahal,
orang yang sadar bahwa usia hidupnya berada di 'genggaman yang
lain'
tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu yang tidak ada.
Dan
orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar bila justru
menyibukkan
diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud.
Biarkan
hari esok itu datang dengan sendirinya. Jangan pernah
menanyakan
kabar beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan
petakanya.
Sebab, hari ini Anda sudah sangat sibuk.
Jika
Anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang
berani
menebus kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit di
dalamnya
dengan bersedih pada hari ini. Oleh karena itu, hindarilah anganangan
yang
berlebihan
.
Sumber
: La Tahzan
(‘Aidh
Al-Qarni ,2003:8)
Isi Waktu Luang Dengan Berbuat!
Orang-orang
yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya akan
menjadi
penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Itu karena akal
pikiran
mereka selalu melayangdayang tak tahu arah. Dan,
{Mereka
rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang.}
(QS.
At-Taubah: 87)
Saat
paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya
menganggur
dan tak berbuat apa-apa. Orang seperti itu, ibarat mobil yang
berjalan
dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan
dan
ke kiri.
Bila
pada suatu hari Anda mendapatkan diri Anda menganggur tanpa
kegiatan,
bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas! Sebab, dalam
keadaan
kosong itulah pikiran Anda akan menerawang ke mana-mana;
mulai
dari mengingat kegelapan masa lalu, menyesali kesialan masa kini,
hingga
mencemaskan kelamnya masa depan yang belum tentu Anda alami.
Dan
itu, membuat akal pikiran Anda tak terkendali dan mudah lepas kontrol.
Maka
dari itu, saya nasehatkan kepada Anda dan diriku sendiri bahwa
mengerjakan
amalan-amalan yang bermanfaat adalah lebih baik daripada
terlarut
dalam kekosongan yang membinasakan. Singkatnya, membiarkan
diri
dalam kekosongan itu sama halnya dengan bunuh diri dan merusak
tubuh
dengan narkoba.
Waktu
kosong itu tak ubahnya dengan siksaan halus ala penjara Cina;
meletakkan
si narapidana di bawah pipa air yang hanya dapat meneteskan
air
satu tetes setiap menit selama bertahun-tahun. Dan dalam masa
penantian
yang panjang itulah, biasanya seorang napi akan menjadi stres
dan
gila.
Berhenti
dari kesibukan itu kelengahan, dan waktu kosong adalah
pencuri
yang culas. Adapun akal Anda, tak lain merupakan mangsa empuk
yang
siap dicabik-cabik oleh ganasnya terkaman kedua hal tadi; kelengahan
dan
si "pencuri".
Karena
itu bangkitlah sekarang juga. Kerjakan shalat, baca buku,
bertasbih,
mengkaji, menulis, merapikan meja kerja, merapikan kamar, atau
berbuatlah
sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain untuk mengusir
kekosongan
itu! Ini, karena aku ingin mengingatkan Anda agar tidak
berhenti
sejenak pun dari melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Bunuhlah
setiap waktu kosong dengan 'pisau' kesibukan! Dengan
cara
itu, dokter-dokter dunia akan berani menjamin bahwa Anda telah
mencapai
50% dari kebahagiaan. Lihatlah para petani, nelayan, dan para
kuli
bangunan! Mereka dengan ceria mendendangkan lagu-lagu seperti
burung-burung
di alam bebas. Mereka tidak seperti Anda yang tidur di
atas
ranjang empuk, tetapi selalu gelisah dan menyeka air mata
kesedihan.
Sumber
: La Tahzan
(‘Aidh
Al- Qarni , 2003:14)